Kupang, detiksatu.news | 15 Mei 2025 – Ratusan warga yang tergabung dalam Aliansi Advokasi Masyarakat Pulau Kera menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT), Kamis (15/5). Mereka menolak rencana relokasi paksa yang direncanakan oleh Pemerintah Kabupaten Kupang terhadap masyarakat Pulau Kera.
Aliansi tersebut terdiri dari berbagai organisasi, antara lain WALHI NTT, Sahabat Alam NTT, FMN Cabang Kupang, IKIF (Ikatan Kaum Intelektual Fatuleu), dan AGRA NTT. Selain menolak relokasi, mereka juga mendesak penghentian aktivitas PT Pitoby Group yang diduga mengincar kawasan Pulau Kera untuk proyek pariwisata.
Dalam orasinya, Koordinator Umum Aliansi, Fadli Anetong, mengecam tindakan aparat dan pejabat yang dinilai manipulatif. Ia menyoroti tindakan Camat Sulamu yang melakukan pendataan 88 Kepala Keluarga pada 11 April lalu, namun kemudian menyatakan kepada media bahwa warga telah menyetujui relokasi.
“Ini manipulatif. Pendataan dilakukan tanpa transparansi, dan tiba-tiba diumumkan seolah warga setuju direlokasi. Bahkan beredar ancaman akan diturunkan lima truk TNI. Kami pertanyakan, benarkah relokasi ini instruksi dari Presiden Prabowo?” tegas Fadli dalam orasinya.
Fadli juga membantah alasan Pemerintah Kabupaten Kupang yang menyatakan Pulau Kera tidak memiliki fasilitas pendidikan. “Di Pulau Kera ada SD dan SMP. Banyak anak-anak kami sudah menjadi anggota TNI dan guru. Jadi, apa alasan sebenarnya relokasi ini?” ujarnya.
Tuntutan Warga Pulau Kera
Dalam aksi tersebut, Aliansi menyampaikan sejumlah tuntutan utama, yaitu:
1. Menolak relokasi warga Pulau Kera.
2. Memberikan pengakuan hukum atas hak tanah warga Pulau Kera.
3. Menghentikan intimidasi dan manipulasi oleh aparat dan pejabat pemerintah.
4. Menghentikan semua aktivitas PT Pitoby Group hingga konflik diselesaikan secara adil.
5. Mengakhiri diskriminasi berbasis SARA terhadap masyarakat Pulau Kera.
6. Mendesak Menteri Dalam Negeri untuk menertibkan Bupati Kupang atas pencatutan nama Presiden RI.
7. Mencopot Camat Sulamu karena manipulasi data dan pernyataan tidak berdasar.
8. Mendesak DPRD Provinsi NTT menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) untuk menyelesaikan konflik.
Selain itu, warga juga menuntut pemenuhan hak dasar seperti akses pendidikan, layanan kesehatan, dan air bersih.
Audiensi dengan DPRD Provinsi NTT
Setelah aksi di kantor gubernur, perwakilan warga dan aktivis melanjutkan audiensi dengan DPRD Provinsi NTT. Tokoh masyarakat Pulau Kera sekaligus Ketua RW 013, Hamdani Saba, menyampaikan langsung keresahan warga.
“Relokasi bukan solusi. Kami tidak menolak pembangunan, tapi menolak kebijakan yang tidak manusiawi. Kami menuntut duduk bersama pemerintah, BPN, dan perusahaan untuk mencari solusi adil. Jangan jadikan kami korban atas nama pariwisata,” tegas Hamdani.
Hamdani juga mengungkapkan kekhawatiran atas klaim PT Pitoby Group atas 25 hektare lahan di Pulau Kera. “Kami ingin BPN menelusuri klaim ini. Apakah benar tanah ini dibeli secara sah? Atau ada praktik mafia tanah?” ujarnya.
Ia juga mengecam pernyataan Bupati Kupang yang menyebut akan menurunkan TNI jika warga menolak relokasi. “Itu sangat tidak etis dan tidak manusiawi. Kami warga negara Indonesia yang sah. Kami punya hak untuk hidup dan mempertahankan tanah leluhur kami,” tegasnya.
Sayangnya, dalam audiensi tersebut, sejumlah anggota DPRD sempat membatasi waktu penyampaian aspirasi dari Aliansi, yang dinilai kurang menghargai semangat demokrasi. Namun, DPRD akhirnya menerima masukan warga secara terbuka karena tekanan kuat dari massa aksi.
Aksi berlangsung damai dan dikawal ketat oleh aparat keamanan. Aliansi berharap Gubernur NTT, Melki Laka Lena, segera merespons tuntutan mereka dan memfasilitasi penyelesaian konflik secara adil dan bermartabat.***
Penulis: DJOHANES BENTAH