Jakarta,Tuduhan yang berkembang di ruang publik terhadap Komisaris Jenderal Polisi (Komjen Pol) Marthinus Hukom sebagai dalang di balik gelombang demonstrasi mahasiswa, buruh, dan pengemudi ojek daring pada 25—29 Agustus 2025 dinilai sebagai bentuk pengalihan isu sekaligus upaya mencari kambing hitam. Narasi tersebut dianggap tidak berdasar karena aksi unjuk rasa itu merupakan ekspresi murni masyarakat yang menuntut keadilan dan menyuarakan kekecewaan atas perilaku sebagian wakil rakyat.
Direktur Eksekutif Masyarakat Pemantau Kebijakan Publik Indonesia, Paman Nurlette, menilai ada peran aktor politik tertentu di balik penyebaran tuduhan tersebut. Menurut dia, munculnya fitnah yang menyebut Marthinus sebagai pengendali aksi mahasiswa justru mengaburkan substansi persoalan yang tengah disuarakan masyarakat.
”Saya menduga ada peran politisi hitam dan aktor jahat di balik akun-akun anonim. Mereka menyebar fitnah dengan menuding Pak Marthinus sebagai dalang. Padahal, beliau punya rekam jejak prestasi ketika memimpin Badan Narkotika Nasional (BNN),” kata Nurlette dalam keterangan tertulis, Senin (1/9/25).
Menurut Nurlette, demonstrasi yang meluas di berbagai daerah sesungguhnya berangkat dari kemarahan rakyat terhadap sikap dan pernyataan sejumlah anggota DPR RI. Ucapan yang dinilai merendahkan martabat publik itulah yang memicu gelombang protes. Karena itu, menyebut Marthinus sebagai sosok yang mengatur skenario di balik aksi mahasiswa maupun tuntutan agar Kapolri mundur disebut sebagai tuduhan keji.
”Demonstrasi itu lahir dari rasa sakit hati rakyat atas ucapan wakilnya sendiri. Mengaitkan Pak Marthinus dengan aksi mahasiswa sama sekali tidak masuk akal. Tuduhan ini justru patut diduga bagian dari permainan mafia narkoba yang sejak lama menjadi musuh beliau ketika memimpin BNN,” ujar Nurlette.
Nurlette menambahkan, tudingan terhadap Marthinus mencerminkan pola lama dalam birokrasi Indonesia. Figur yang memiliki integritas dan catatan prestasi kerap kali justru dipinggirkan. Menurut dia, pergantian pejabat berprestasi kerap dibungkus dengan alasan reformasi birokrasi atau penyegaran organisasi.
”Kita sering menyaksikan tokoh berintegritas dan punya tujuan mulia cepat diganti dari posisinya justru pada saat mereka sedang berprestasi,” katanya.
Marthinus Hukom sebelumnya menjabat Kepala BNN RI sejak akhir 2023 hingga pertengahan 2025. Selama hampir dua tahun kepemimpinannya, sejumlah operasi besar berhasil dilakukan. Di antaranya penggagalan penyelundupan narkotika jaringan internasional Thailand–Malaysia–Indonesia melalui perairan Nusantara.
Di bawah kepemimpinannya, BNN juga berhasil menyita barang bukti sabu seberat 2 ton, jumlah terbesar sepanjang sejarah pemberantasan narkotika di Indonesia. Atas capaian itu, Marthinus menerima penghargaan “Superior Honor” dari lembaga penegak hukum Amerika Serikat, Drug Enforcement Administration (DEA).
Selain operasi pemberantasan, ia juga dikenal membangun kerja sama lintas lembaga, baik di tingkat nasional maupun internasional, dalam upaya pencegahan, pemberantasan, dan rehabilitasi narkoba.
Prestasi tersebut, menurut Nurlette, menunjukkan keberanian dan komitmen Marthinus dalam melawan sindikat narkotika global. Ia menilai pemerintah seharusnya memberi apresiasi atas capaian itu alih-alih membiarkan fitnah berkembang di ruang publik.
”Pemerintah seharusnya bangga karena Indonesia pernah dipimpin oleh seorang jenderal berprestasi yang berani melawan mafia narkoba internasional. Sayangnya, beliau justru cepat disingkirkan,” tutup Nurlette.