Iklan

Iklan

Iklan

Desti Ritdamaya: Bersuci dengan Air, Debu dan Batu

Redaksi
Jumat, Agustus 15, 2025 | Jumat, Agustus 15, 2025 WIB Last Updated 2025-08-14T18:08:43Z

Jakarta,detiksatu.news -Bersih belum tentu suci. Suci sudah pasti bersih. Dan hanya Islam yang mengajarkan konsep kesucian (thaharah). Karena Islam datang dari Zat Yang Maha Suci yang menyukai kesucian dan kebersihan. Bahkan kalam Rasul-Nya yang mulia menyampaikan:

الطُهُوْرُ شَطْرُ الإيْمَانِ

Kesucian adalah sebagian dari iman (HR. Ahmad)

Sunnatullah penjagaan kesucian fisik karena Allah akan menghantarkan pelakunya pada kebersihan dan kesucian jiwa/hati. Karena dirinya secara fitrah menjalani perintah Zat yang telah menciptakannya. Kebersihan dan kesucian jiwa/hati ini adalah puncak tertinggi penghambaan padaNya. Allah SWT berfirman

يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ,إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ, وَأُزْلِفَتِ الْجَنَّةُ لِلْمُتَّقِينَ

(Yaitu) pada hari ketika tidak berguna (lagi) harta dan anak-anak. Kecuali, orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih. Surga didekatkan kepada orang-orang yang bertakwa (QS. Asy Syu’ara ayat 88-90).

Hal yang paling mendasar dalam konsep thaharah adalah terkait alat atau bahan dari alam yang disyari’atkan dalam mensucikan najis dan hadas. Yaitu air, debu, bahan yang mampu menyerap kotoran (seperti batu, kayu kering, daun kering, tisu, kertas, kain dan sebagainya). Tanpa penggunaan alat dan bahan ini najis dan hadas tak menjadi suci, yang berakibat tak terpenuhinya syarat sah amal ibadah (shalat, puasa, haji dan sebagainya). Sehingga tertolaknya amal ibadah.

Alat Bersuci Berupa Air

Untuk bersuci, air terbagi menjadi empat yaitu:

Pertama, air mutlak (al maau thaahirun fii nafsihi, muthahhirun li ghairihi, ghairu makruuhin isti’maaluhu). Maksudnya air yang suci zatnya, dapat mensucikan bagi selainnya dan tidak makruh dalam penggunaannya).

Air ini masih murni dalam sifat alaminya, tak terikat atau tak bercampur dengan zat apapun. Air ini dapat dikonsumsi karena suci dan dapat mensucikan najis dan hadas serta tak makruh digunakan dalam bersuci baik pada badan maupun pakaian.

Kitab Fathul Qarib menyebutkan terdapat tujuh air mutlak. Yaitu air langit (air hujan), air laut (air asin), air tawar (air sungai, danau, waduk), air sumur, air dari mata air (pegunungan), air salju (air turun dari langit tapi sampai ke permukaan bumi membeku) dan air es (air turun dari langit dalam keadaan membeku tapi sampai permukaan bumi mencair).

Kedua, air musyammas -(al maau thaahirun fii nafsihi, muthahhirun li ghairihi, makruuhun isti’maaluhu)._ Maksudnya air yang suci zatnya, dapat mensucikan bagi selainnya dan makruh dalam penggunaannya). Air ini dapat dikonsumsi karena suci dan dapat mensucikan najis dan hadas. Tapi air ini makruh digunakan dalam bersuci untuk badan manusia maupun hewan, tidak pada selain itu (misal tempat atau pakaian).



Air musyammas sebenarnya air mutlak yang kondisinya panas akibat pengaruh pemanasan (matahari atau api). Air yang seperti ini berbahaya pada kesehatan kulit sehingga dimakruhkan. Air panas akibat pemanasan matahari dianggap sebagai air musyammas hanya berlaku pada daerah yang bercuaca sangat panas (seperti gurun). Tak berlaku pada daerah yang bercuaca sedang atau dingin. Hanya berlaku pada air yang ditempatkan pada wadah logam selain emas dan perak.

Ketiga, al maau thaahirun fii nafsihi, ghairu muthahhirin li ghairihi. Maksudnya air yang suci zatnya, tidak dapat mensucikan bagi selainnya. Air ini dapat dikonsumsi karena suci tapi tidak dapat mensucikan najis dan hadas. Air ini terbagi menjadi dua yaitu:

Air musta’mal. Air yang sudah pernah digunakan dalam mensucikan najis dan hadas. Dengan syarat airnya tidak berubah sifat (warna, bau, rasa) dan tidak bertambah timbangannya setelah terpisah dari badan atau tempat yang disucikan (secara dugaan/perkiraan kuat). Syarat ini berlaku pada air yang sedikit, yaitu air kurang dari dua kullah (± 216 liter). Jika kondisi air banyak (lebih dari dua kullah) digunakan untuk mensucikan najis dan hadas dan tak menyebabkan sifat air berubah, maka bukan air musta’mal.

Air mutaghayyir. Air yang berubah setelah terikat atau bercampur dengan zat-zat suci (seperti teh, kopi, bunga dan sebagainya). Dengan pencampuran ini air tersebut tak layak lagi disebut sebagai air. Pendeteksian kondisi air dapat secara hissiyyan (inderawi) maupun taqdiiran (perkiraan). Secara hissiyyan terjadi perubahan jelas pada sifat air. Secara taqdiiran (perkiraan), misalnya ketika bercampur air mutlak dengan air musta’mal.

Keempat, air najis atau mutanajis. Air najis maksudnya air yang zatnya najis seperti air kencing. Air mutanajis maksudnya air yang kemasukan najis. Berlaku pada air sedikit, walaupun tak berubah sifat, juga pada air banyak yang sudah berubah sifat. Air jenis ini tak suci (tak bisa dikonsumsi), juga tak bisa mensucikan najis dan hadas.

Alat Bersuci Berupa Debu

Debu merupakan serbuk halus dan ringan dari tanah. Allah SWT menjadikan debu suci dan mensucikan. Sesuai hadis Rasulullah Saw:

وَجُعِلَتْ لِىَ الأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا

Dijadikan untukku tanah sebagai masjid (tempat shalat) dan untuk bersuci (HR. Bukhari)

Bersuci dengan debu disebut dengan tayammum. Terdapat beberapa kondisi yang diperbolehkan menggunakan debu dalam bersuci. Yaitu kondisi tidak ada air setelah dicari-cari sampai jarak 1,5 km dari keberadaannya. Kondisi sakit yang apabila terkena air dapat membahayakan. Serta kondisi kekurangan air yang lebih dibutuhkan untuk selain thaharah. Seperti untuk konsumsi manusia atau memberi minum hewan (yang dihormati menurut syara’) yang sedang kehausan. Allah SWT berfirman:

وَاِنْ كُنْتُمْ مَّرْضٰٓى اَوْ عَلٰى سَفَرٍ اَوْ جَاۤءَ اَحَدٌ مِّنْكُمْ مِّنَ الْغَاۤىِٕطِ اَوْ لٰمَسْتُمُ النِّسَاۤءَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَاۤءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ وَاَيْدِيْكُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَفُوًّا غَفُوْرًا ۝٤٣

Jika kamu sakit, sedang dalam perjalanan, salah seorang di antara kamu kembali dari tempat buang air, atau kamu telah menyentuh perempuan, sedangkan kamu tidak mendapati air, maka bertayamumlah kamu dengan debu yang baik (suci). Usaplah wajah dan tanganmu (dengan debu itu). Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun (QS. An Nisa ayat 43).

Untuk bertayamum debunya tidak boleh yang musta’mal dan tak boleh bercampur dengan zat lain kecuali pasir, kerikil, batu. Khusus untuk ibadah shalat, bertayammum hanya berlaku untuk satu kali shalat fardhu dan dilakukan saat waktu shalat sudah tiba.

Alat Bersuci Berupa Bahan yang Menyerap Kotoran

Bahan yang tergolong dapat menyerap kotoran seperti batu, kayu kering, daun kering, tisu, kertas, kain dan sebagainya. Bahan yang digunakan dalam keadaan suci. Umumnya bahan ini digunakan untuk mensucikan najis yang berasal dari kencing atau tinja. Dipersyaratkan najis yang disucikan yang belum kering, belum terkena air serta belum berpindah dari tempat keluarnya. Penggunaan bahan ini disunnahkan berjumlah ganjil. Wallahu a’lam bish-shawab. []

Desti Ritdamaya, Praktisi Pendidikan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Desti Ritdamaya: Bersuci dengan Air, Debu dan Batu

Trending Now

Iklan

iklan