Iklan

Iklan

Iklan

Miris .!! Zionis Israel Gunakan Kelompok Yaser Abu Shabab untuk Bantu Genosida?

Redaksi
Jumat, Agustus 15, 2025 | Jumat, Agustus 15, 2025 WIB Last Updated 2025-08-14T18:13:29Z
Jakarta,detiksatu.news – Pengkhianat perjuangan rakyat Palestina, Yasser Abu Shabab, melarikan diri dari penjara dan sejak itu muncul sebagai pemimpin milisi yang didukung Israel di Gaza selatan.

Pada Juni lalu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengakui bahwa ia mempersenjatai dan mendukung milisi Popular Forces di Gaza untuk melawan Hamas.

“Apa salahnya ini?” katanya dalam sebuah video singkat yang ia unggah di Twitter. “Ini justru menyelamatkan nyawa tentara Israel.”

Ia tidak menjelaskan secara rinci apa yang akan dilakukan Popular Forces, namun para pakar meyakini Israel mendukung milisi tersebut dan pemimpinnya, Yasser Abu Shabab, untuk memberi “wajah Palestina” pada pembersihan etnis di Gaza.

Abu Shabab, 31 tahun, sebelumnya adalah anggota yang tidak dikenal dari suku Badui Tarabin di Gaza. Ia melarikan diri dari penjara sekitar 7 Oktober, setelah dipenjara sejak 2015 karena kasus narkoba.

Menurut laporan, narkoba itu diselundupkan ke Gaza melalui Sinai Mesir, dan menurut para analis, jalur tersebut dikendalikan oleh kelompok yang berafiliasi dengan ISIL (ISIS). Hal ini memunculkan keyakinan luas bahwa Abu Shabab memiliki hubungan dengan ISIL.

Namun dugaan afiliasi tersebut tidak menjadi masalah bagi Israel. Para analis mengatakan Israel memanfaatkannya untuk menjalankan rencana pembersihan etnis di Gaza.

Kemunculan Abu Shabab

Abu Shabab, yang memimpin milisi Popular Forces dengan kekuatan 100 orang, putus sekolah dasar, menurut Muhammad Shehada, peneliti tamu di European Council on Foreign Relations.

Meski begitu, ia memiliki kehadiran di media sosial yang canggih dan multibahasa, bahkan baru-baru ini menulis opini di Wall Street Journal yang menyatakan bahwa warga Gaza sudah meninggalkan Hamas.

Para analis meyakini citra media ini dibentuk di luar Gaza. “Dia tidak berinteraksi dengan masyarakat selama satu dekade terakhir,” kata Shehada. “Dia bukan siapa-siapa. Dia hanya boneka.”

Bahkan sukunya sendiri, Tarabin, tidak menyetujui perannya di Gaza dan secara terbuka mengecamnya karena diduga bekerja sama dengan Israel.

Abu Shabab mulai menonjol pada akhir Mei 2024 setelah Zionis Israel menginvasi Rafah, Gaza selatan.

Shehada mengatakan, “Gengnya muncul sebulan kemudian dan menjadi geng utama yang secara sistematis menjarah sebagian besar makanan dan bantuan yang masuk ke Gaza di bawah perlindungan militer Israel.”

Menurut data PBB, sekitar 9 dari 10 truk yang masuk ke Gaza dijarah. Israel awalnya menyalahkan Hamas, tetapi kelompok bantuan kemanusiaan membantah, dan bahkan militer Israel tidak dapat menemukan bukti.

Sebaliknya, pekerja bantuan internasional menyebut Abu Shabab sebagai pelaku penjarahan sistematis.

Memo internal PBB yang diperoleh Washington Post secara khusus menyebutnya sebagai “aktor utama dan paling berpengaruh di balik penjarahan sistematis dan masif” di Gaza.

Saat gencatan senjata singkat yang dibatalkan sepihak oleh Israel pada Maret, Abu Shabab menghilang, lalu muncul kembali pada pertengahan Mei ketika Israel, di bawah tekanan internasional, mulai mengizinkan sedikit bantuan masuk ke Gaza.

“Benar-benar pada hari itu juga dia muncul lagi entah dari mana,” kata Shehada.

“Shehada menambahkan, “Dia menjadi wajah kampanye kelaparan Israel, sambil memberi Israel alasan penyangkalan penuh dan menyerahkan pengerjaan di lapangan kepadanya.”

Wajah Palestina untuk Pembersihan Etnis

Selain mencuri bantuan yang ditujukan untuk warga Palestina yang kelaparan, analis mengatakan Abu Shabab dan milisinya berkontribusi pada rencana Israel yang lebih luas untuk melakukan pembersihan etnis di Gaza, yang semakin intensif tahun ini.

“Israel berupaya membangun milisi yang terhubung dengan Abu Shabab dengan harapan mereka dapat memperluas zona ‘kamp konsentrasi’ yang bisa mereka operasikan/kendalikan, sehingga Israel dapat mengurangi beban pendudukan sambil memfasilitasi pembersihan etnis,” kata Tariq Kenney Shawa, peneliti kebijakan AS di Al-Shabaka, sebuah jaringan kebijakan Palestina



Pada awal Juli, Menteri Pertahanan Israel Israel Katz mengumumkan rencana untuk memindahkan 600.000 warga Palestina ke kota tenda di Gaza selatan dan menyebutnya sebagai “migrasi sukarela”. Rencana ini banyak dikritik media Israel dan kelompok kemanusiaan.

Milisi Abu Shabab telah membangun apa yang disebut analis sebagai kamp konsentrasi di Gaza selatan, untuk memindahkan lebih dari setengah juta warga Palestina ke sana sebelum dipindahkan ke negara ketiga.

“Maksudnya adalah menahan mereka di sana sampai muncul kesempatan untuk mengirim mereka ke luar Gaza, baik ke Mesir atau negara ketiga lainnya,” kata Omar Rahman, peneliti di Middle East Council on Global Affairs.

Memaksa warga Palestina masuk ke area yang sangat sempit lalu memaksa mereka melintasi perbatasan ke Mesir bisa memicu dampak internasional serius, karena Mesir menolak memindahkan warga Palestina.

Shehada menambahkan, “Israel tahu jika militer Israel mengoperasikan kamp konsentrasi di Rafah, itu tidak akan terlihat baik. Karena itu mereka lebih suka ‘wajah Palestina’ yang memakai seragam Palestina, membawa bendera Palestina, dan berbicara bahasa Arab untuk memimpin operasi tersebut.”

Selain itu, Abu Shabab memiliki “dua mesin propaganda Facebook yang sangat terorganisir” yang dapat membujuk orang putus asa untuk mencari perlindungan di kampnya, terutama jika Israel mulai memaksa mereka ke sana.

“Milisi Abu Shabab menjalankan kamp konsentrasi kecil di wilayah yang dikendalikan Israel dan mempromosikannya sebagai ‘tempat aman’ untuk mendapatkan bantuan, mendirikan tenda, dan sebagainya,” kata Kenney Shawa.

Memanfaatkan Keputusasaan

Proses ini diperkuat oleh GHF yang didukung AS dan Israel, yang coba dijadikan Israel sebagai satu-satunya penyalur bantuan di Gaza.

Namun GHF banyak dikritik kelompok bantuan dan PBB karena mempolitisasi bantuan, sementara tentara Israel setiap hari menembaki warga Palestina yang lapar saat mencoba mendapatkan bantuan. Lebih dari 1.000 warga Palestina telah tewas di pusat distribusi GHF sejak Mei.

Situasinya diperburuk oleh fakta bahwa, alih-alih sekitar 400 titik distribusi yang dulu dioperasikan UNRWA di Gaza, GHF hanya memiliki empat lokasi di seluruh Jalur Gaza.

Tiga di antaranya berada di selatan dan hanya satu di Gaza tengah, membuat analis yakin lokasi ini dipilih secara sengaja oleh otoritas Israel.

“Kelangsungan hidup bergantung pada akses pangan,” kata Rahman. “Tujuan utama GHF adalah memaksa penduduk untuk pindah lokasi.” []
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Miris .!! Zionis Israel Gunakan Kelompok Yaser Abu Shabab untuk Bantu Genosida?

Trending Now

Iklan

iklan